Sabtu, 02 Mei 2015

Jabatan adalah Suatu Amanat

Beberapa waktu media massa mengangkat berita berkaitan dengan "ribut-ribut" soal gubernur atau dinamika pencalonan dan pengangkatannya. Saya juga akan berusaha mengangkat, dari khazanah keilmuan Islam, beberapa butir masalah berkaitan dengan soal tersebut.

Dalam Al-Quran ada perintah menunaikan amanat kepada pemiliknya, disusul dengan perintah menetapkan putusan yang adil, kemudian dilanjutkan dengan perintah taat kepada Allah, Rasul dan ulil amr (mereka yang memiliki wewenang mengelola urusan masyarakat, yaitu para pejabat pemerintah) (lihat QS 4: 58). Perurutan uraian ayat seperti ini menjadi petunjuk bahwa jabatan serta wewenang kebijakan dan pengelolaan, merupakan amanat yang bersumber dari Allah, melalui orang banyak atau masyarakat, dan bahwa mereka mempunyai hak untuk memilih sendiri mencalonkan dan memilih sendiri siapa yang mereka inginkan untuk maksud tersebut.

Ketenteraman dan stabilitas merupakan kebutuhan masyarakat, dan itu tidak dapat terwujud tanpa undang-undang dan peraturan serta tanpa penguasa yang mengelolanya. Dari sini, semua masyarakat---betapapun kecil dan bersahaja, sadar atau tidak---mengangkat penguasanya masing-masing. Demikianlah terlihat kesejalanan ayat di atas dengan logika dan kenyataan masyarakat manusia.

Jabatan bukan hak pribadi ataupun turunan, tetapi ia hak masyarakat. Karena itu, jangankan sogok, hadiah dalam kaitan jabatan pun terlarang menerimanya. Ketika seorang pejabat pada masa Nabi menerima hadiah dan enggan menyerahkannya ke Kas Negara, Nabi bersabda: "Cobalah dia duduk di rumah ibunya, apakah ia diberi hadiah?"

Wewenang mengelola adalah sesuatu yang berharga "empuk" kata sebagian orang, sehingga boleh jadi ada yang salah langkah guna mendapatkannya. Dalam hal ini Nabi bersabda: Jangan kasak-kusuk mencari jabatan karena jika engkau memperolehnya tanpa kasak-kusuk, engkau akan dibantu Tuhan. Allah menurunkan malaikat mendukung langkahmu.

Jabatan adalah amanat. Ketika Abu Dzar meminta suatu jabatan, Nabi saw. bersabda: "Itu adalah amanat, ia adalah nista dan penyesalan di hari kemudian, kecuali yang menerimanya dengan hak (sesuai kompetensi dan aturan mainnya), dan menunaikan kewajibannya."

Nabi juga bersabda: "Apabila amanat disia-siakan, maka nantikanlah kehancuran." Ketika ditanya: "Bagaimana menyia-nyiakannya?" Beliau menjawab: "Apabila wewenang pengelolaan diserahkan kepada yang tidak mampu."

Dalam salah satu sabdanya, beliau menyebut tiga dari sekian sifat yang harus dimiliki oleh pejabat, yaitu ketakwaan yang menangkal pelanggaran, kelapangan dada yang melahirkan empati, dan kemampuan memimpin sehingga menjadi "bapak bagi anak-anaknya".[]


M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 381-383.
TERBARU!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...